Kamis, 14 November 2013

Dalam Doa Saya Membunuh Tuhan

Harus saya akui,
Meski kosa katanya sama, sama-sama doa,
Tapi apa yang dilakukan setiap orang dalam doa, tidak sama
Dan inilah evolusi kesadaran saya dalam doa,
Sepanjang petualangan spiritual dan intelektualitas saya

Pada mulanya,
Saya membayangkan Tuhan sebagai sosok Raksasa yang serba bisa dan serba penolong. Maka saya meminta apa saja yang saya butuhkan saat berdoa. Saya langsung meminta hasil. Bukan proses apalagi potensi. Saya langsung minta uang, minta prestasi, minta bahagia, bahkan pernah minta seorang kekasih impian.

Tapi kemudian saya sadar,
Kenapa saya langsung meminta hasil?
Lalu dimana ikhtiar saya sebagai manusia yang diberi akal oleh Tuhan?
Maka disaat itulah doa saya menjadi: hanya meminta proses.
Saya hanya meminta peluang, sedang yang berusaha, tetaplah saya

Sekian waktu berlalu, muncul kesadaran baru
Bukankah peluang itu menjadi ada karena akumulasi total dari banyak hal?
Dan bukankah itu adalah sebuah proses yang terbentuk secara alamiah
Sebagai rentetan aksi reaksi dari berbagai komponen alam dan kehidupan?
Dimana dibalik semua itu tetap Tuhan yang bermain?
Atau yang saya kenal dengan istilah Sunnatullah?
Maka disaat itulah doa saya menjadi: hanya minta potensi diri.
Bukan lagi minta proses apalagi hasil.
Disaat itulah saya meminta bakat dan kemauan.
Saya minta agar Tuhan memberi saya kemauan untuk kuat, kemauan untuk berprestasi, kemauan untuk bahagia.

Waktu terus berjalan dan saya terus bersetubuh intens dengan kehidupan
Terus dan terus saya berpikir dan mereung

Saya berdoa minta bakat dan kemauan?
Bukankah kemauan saya adalah proses bathinisasi saya sendiri?
Atau apa yang disebut dengan indoktrinasi diri?
Monolog bathin, afirmasi diri dan seterusnya?
Dengan kata lain semua itu kenyataannya juga bekerja secara alamiah?
Lalu untuk apalagi saya harus memintanya pada Tuhan?
Maka disaat itulah doa saya bergumam:
“Busyet! Ternyata semua ini hanya omong kosong!”

Maka sejak saat itulah saya berhenti berdoa
Dan Tuhan pun hilang dari kesadaran saya
Hingga yang tersisa kemudian,
Saya sebagaimana adanya dalam pelukan Alam dan kehidupan
Tanpa keluh kesah metafisik!

Revo Samantha
.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar