Kamis, 24 Oktober 2013

Jasa Descartes dan Derrida terhadap Saya

Dimasa keterlunta-luntaan simbolik saya,
Akhirnya saya bertemu dengan Descartes
Saya terkesima saat terbaca aforismenya:

Cogito Ergo Sum
Aku berpikir maka aku ada

Itulah puncak makrifatnya
Bahwa yang paling meyakinkan dari segala yang diragukan adalah
Bahwa dia sedang berpikir tentang semua itu
Sedang semua jawaban yang berlalu lalang,
Nilainya tetaplah sebuah hipotesis
Tapi bahwa dia sedang memikirkannya, tak terbantah

Dan beberapa waktu kemudian,
Melalui Nietzsche, saya juga bertemu dengan Derrida
Melaluinya, saya menjadi mengerti apa artinya gairah bongkar membongkar berkepanjangan. Semua monumen pengetahuan dan keyakinan, dipukul mundur sampai tak tersisa lagi celah untuk membantahnya. Maka yang terisisa itulah yang layak untuk dipungut sebagai sesuatu yang meyakinkan. Itulah yang saya pahami dari apa yang disebut para Postmodernis dangan istilah Dekonstruksi.

Maka mendadak saat itu saya terkesiap
Saya serasa menghirup udara bebas
Itulah pertama kali matahari pencerahan benar benar bersinar terang di bathin saya.
Semua buku Keislaman yang saya baca dan malam-malam esktase sufisme saya sebelumnya, menjadi tak berarti kecuali hanya kumpulan sampah yang pernah saya besar-besarkan.

Sejak saat itulah petualangan pencarian saya menjadi berbinar
Menjadi gelandangan spiritual yang heroik tanpa rasa takut dan gentar
Dan hasilnya, semua narasi besar sepanjang sejarah, bahkan yang sedang berlangsung, Tak satu pun bisa lewat tanpa saya pukul mundur hingga ke titik nol.
Semua, akhirnya mati terkapar.
Dan puncaknya, pada kematian Tuhan
Yang jejakNya pun, tak tersisa lagi dalam kesadaran saya.

Oh Descartes, Oh Derrida ...
Terima kasih, I love You!


Revo Samantha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar